Tuesday, September 29, 2015

Fase Baru

sumber: https://missjessamy.files.wordpress.com/


Peralihan hidup dari seorang mahasiswa (kemudian pengangguran dan) ke seorang pekerja membuat saya belakangan berpikir. Tentu saja, saya sekarang sedang memulai fase baru di hidup saya. Mulai dari mengambil keputusan untuk ingin berkarier dimana, mulai hidup independent karena tidak lagi bergantung dari kiriman uang saku dari orang tua, mulai harus mengatur keuangan sendiri (menyiapkan tabungan, memenuhi hobi, dan membiayai kehidupan sehari-hari), serta menyusun strategi dalam menggapai mimpi-mimpi yang saya miliki, sebagian hal itulah yang baru saya rasakan di fase ini.




Banyak pandangan baru yang didapatkan ketika saya mulai menjadi seorang pekerja. Terkadang saya merasa sedih melihat anak-anak SD, SMP, SMA, bahkan mahasiswa yang sehari-harinya menghamburkan uang orang tuanya dengan gaya hidup yang berkelas. Salah satu contoh sederhananya adalah datang ke sekolah atau ke kampus dengan membanggakan kendaraan yang digunakannya. Semua tidak ada yang salah, hanya pemikiran saya saja yang tidak bisa membayangkan untuk seperti itu. Paham kok, setiap orang tua pasti ingin anaknya hidup lebih nyaman & lebih baik dari mereka ketika waktu kecil. Jadi kalau bisa dibeliin ya dibeliin. Tapi menurut saya, itu menjadikan mereka orang yang konsumtif dan selalu diturutin. Mereka mungkin ga tau betapa susahnya kerja keras orang tuanya mencari nafkah, yang mereka tau cuma pake uang orang tua aja. Mungkin nantinya menjadikan si anak kurang daya juang dalam mendapatkan sesuatu... mungkin loh ya. Jadi menurut saya, rasanya kurang pantas aja kalau ada anak yang menghambur-hamburkan uang orang tuanya.

Saya bukan anak yang suka ke mall. Biasanya saya pergi ke pusat perbelanjaan hanya karena kebutuhan, entah itu nonton film atau ingin membeli suatu barang. Entah karena mental saya yang memang (masih) mental mahasiswa, saya sangat terkaget-kaget melihat harga-harga barang di mall. Ada sepatu seharga sekian juta, ada baju seharga sekian juta, ada tas seharga sekian juta. Saya tidak bisa membayangkan sebelumnya, siapa sih orang yang akan membeli produk-produk tersebut? Mungkin dia kebanyakan uang kali ya? Saya sih tipe orang yang mementingkan fungsi daripada gengsi (produk branded dll), hehehe. Soal makanan pun juga sama, kadang saya juga bingung mengapa ada tempat yang harganya sangat mahal. Siapa yang akan makan disitu? Jujur saja, saya juga penasaran ingin sekali-sekali mencoba tempat-tempat seperti itu. Memang benar, ada harga, ada kualitas (rasanya enak).

"Sem, target mau beli apa?" Begitulah pertanyaan yang saya terima ketika sedang ngobrol-ngobrol sama sohib saya, Haryo. Dor! Jujur saja, saya langsung mikir dan bilang "Oh iya ya Yo, apa ya. Paling sih ya buat liburan aja sama ditabung." Saya ga punya ide apa-apa ketika tiba-tiba dilontarkan pertanyaan seperti itu. Buat liburan dan ditabung. Ditabung buat apa? Mikir lagi. Kemudian karena inget sepatu lari yang lagi rusak. Target jangka pendek ya beli sepatu lari. Terus apalagi ya, hmm, pengen liburan ke Derawan, dan lain-lain, dan lain-lain. Saya akhirnya balik nanya, "Kalo lu gimana Yo?" Dia sih udah punya target mau beli PC katanya tahun ini.

Sepatu lari. Kenapa? Semenjak punya hobi lari, saya ga pernah tega buat beli running gear dengan harga diatas 500 ribu. Sebenarnya bukan cuma sepatu lari sih, hal-hal lain juga saya jarang banget buat berani beli barang dengan harga yang mahal. Jujur saja, saya sangat senang mempunyai mental seperti itu dimana saya menjadi orang yang ga gengsian. Ga perlu branded ga masalah, yang penting fungsi. Padahal orang tua saya tidak pernah melarang saya untuk membeli barang dengan harga yang menurut saya cukup mahal (di atas 500 ribu menurut saya sudah mahal). Tapi entah bagaimana cara mereka mendidik saya (bahkan saya pun tidak sadar), menjadikan saya menjadi orang yang tidak banyak minta. Bukan berarti saya ga pengen punya barang-barang branded. Tetapi saya tidak ingin membebani orang tua saya dengan kebutuhan-kebutuhan tersier saya.

Setelah merasakan mendapatkan penghasilan sendiri, saya baru mulai berani untuk membeli barang-barang yang saya inginkan dulu semasa kuliah. Mencoba-coba makan di tempat yang dulu bahkan tidak pernah terpikir untuk pernah masuk kesitu :). Sesekali tidak masalah kan.. untuk menikmati hasil dari pekerjaan kita? Saya baru bisa memahami dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di pikiran saya sebelumnya. Siapa yang mau membeli sepatu mahal, tas mahal? Setiap orang punya hobinya masing-masing. Kalau namanya udah hobi ya gitu deh. Apalagi kalau udah punya penghasilan sendiri kan? Kalau untuk persiapan liburan selanjutnya sih.. jangan ditanya deh. I love traveling so much! Kalau ga ada teman perjalanan pun tetep berangkat hahaha.

Hasil pemantauan singkat saya sih.. banyak orang yang bilang gajinya kurang karena sebenarnya gaya hidupnya yang berubah. Saya sedikit khawatir. Saya takut terjadi perubahan yang signifikan pada gaya hidup saya. Namanya juga manusia sih ya, perubahan pasti terjadi sekecil apapun selama kita masih hidup. Mungkin lebih tepatnya adalah saya takut menjadi orang yang kurang bersyukur. Selalu merasa tidak cukup. Saat ini saya sangat merasa bersyukur dan merasa cukup karena mendapatkan pekerjaan di bidang yang saya inginkan. Mungkin gajinya tidak seberapa dibandingkan dengan teman-teman yang lain, tapi saya sangat menyukai apa yang saya kerjakan sekarang. Menurut saya itu lebih penting, hehe. Walaupun segalanya butuh uang, tapi uang bukan segalanya, ya kan? Bukan berarti saya mudah puas, cuma saya ingin lebih bersyukur dengan mencukupkan apa yang sedang saya dapatkan sekarang. Saya juga masih punya banyak mimpi dan cita-cita yang ingin saya realisasikan kok. :)

“You only live once, but if you do it right, once is enough.”
― Mae West

Subang
29.09.15

No comments:

Post a Comment